PKN - Pengertian, tujuan , sejarah, sistem, dan bentuk Pemilu di Indonesia
Pemilihan Umum (Pemilu)
v Pengertian Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu . Pemilu merupakan salah satu usaha
untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan
kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain
kegiatan . Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam,
namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda
banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator
politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu
menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye . Kampanye dilakukan selama
waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara .
v Dasar Hukum & Pelaksanaan
pemilu
Ø Landasan
hukum Pemilu 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4
April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral:
Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah
proporsional. Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem
bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota
parlemen.
Ø Pemilu
1971 diadakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-undang
Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Ø Dasar
hukum Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan
setelah fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada
pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitu sistem proporsional
dengan daftar tertutup.
Ø Pemilu
1982 diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana
hendak memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit
berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang
diangkat oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2
tahun 1980.
Ø Pada
pemilu 2004, mekanisme pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di dalam Undang-undang
Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi. Daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.
Ø Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang
Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi DPR ditetapkan sebesar 560 di mana
daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi. Jumlah
kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal
sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.
v Asas Pemilu
o Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara
efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil yang akan diuraikan sebagai berikut :
Ø Langsung berarti
rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai
dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
Ø Umum berarti
pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia ,
yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut
memilih dalam pemilihan umum . Warganegara yang sudah
berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih . Jadi, pemilihan
yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh
bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi
(pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, dan status sosial;
Ø Bebas berarti
setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari siapapun . Di dalam melaksanakan haknya,
setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan
kehendak hati nurani dan kepentingannya;
Ø Rahasia berarti dalam memberikan suaranya,
pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan
dengan jalan apapun . Pemilih memberikan suaranya pada surat suara
dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya
diberikan . Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih
yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia
mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
Ø Jujur berarti
dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah
dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk
pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
Ø Adil berarti dalam
menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
v Tujuan Pemilu
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Pemilu ada dua:
Ø Pemilu legislative
Untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
Ø Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Untuk
memilih pasangan Presiden dan Wapres.
v Bentuk Pemilu
Ø Pemilu Langsung :
Pemilihan Umum (Pemilu) Langsung dilaksanakan oleh para pemilih (yang memiliki hak pilih) secara langsung tidak melalui lembaga perwakilan; dengan cara para pemilih itu memberikan "suara" di tempat-tempat pemungutan suara (TPS).
Surat suara secara konvensional terbuat dari kertas yang dicetak/atau fotocopy yang memuat nama dan atau gambar dan atau nomor urut calon yang dipilih. Panitia pemilihan sudah menetapkan cara pemberian suara; misalnya dengan cara menuliskan nama/nomor urut calon, atau menusuk sehingga kertas berlubang, atau mencontreng pada gambar/nama/nomor calon dan atau partai yang dipilih.
Akan tetapi di zaman dulu ketika sumber daya anggaran masih terbatas, pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) "surat suara" bisa terbuat dari bukan kertas, akan tetapi terbuat dari "bithing" (batang daun kelapa) yang kemudian oleh pemilih dimasukkan ke dalam "bumbung" (bambu) sebagai kotak suara milik calon yang dipilih.
Pemilihan langsung merupakan implementasi dari pelaksanaan demokrasi yang nyata.
Pemilihan Umum (Pemilu) Langsung dilaksanakan oleh para pemilih (yang memiliki hak pilih) secara langsung tidak melalui lembaga perwakilan; dengan cara para pemilih itu memberikan "suara" di tempat-tempat pemungutan suara (TPS).
Surat suara secara konvensional terbuat dari kertas yang dicetak/atau fotocopy yang memuat nama dan atau gambar dan atau nomor urut calon yang dipilih. Panitia pemilihan sudah menetapkan cara pemberian suara; misalnya dengan cara menuliskan nama/nomor urut calon, atau menusuk sehingga kertas berlubang, atau mencontreng pada gambar/nama/nomor calon dan atau partai yang dipilih.
Akan tetapi di zaman dulu ketika sumber daya anggaran masih terbatas, pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) "surat suara" bisa terbuat dari bukan kertas, akan tetapi terbuat dari "bithing" (batang daun kelapa) yang kemudian oleh pemilih dimasukkan ke dalam "bumbung" (bambu) sebagai kotak suara milik calon yang dipilih.
Pemilihan langsung merupakan implementasi dari pelaksanaan demokrasi yang nyata.
Ø Pemilu Tidak Langsung
Pemilu tidak langsung adalah pemilu yang dilaksanakan oleh para
anggota perwakilan di lembaga perwakilan (parlemen). Para pemilih dalam
memberikan suara bisa secara langsung (voting) atau melalui mufakat musyawarah;
tergantung kesepakatan bersama.
v Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Sampai
tahun 2009 bangsa indonesia sudah sepuluh kali pemilihan umum diselenggarakan,
yaitu dari tahun 1955, 1971,1977, 1982, 1992, 1997, 2004 dan terakhir 2009.
semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung didalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan
umum tersebut. Dari pemilu yang telah dilaksanakan juga dapat diketahui adanya
upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1. Zaman
Demokrasi Parlementer (1945-1959)
2. Zaman
Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
3. Zaman
Demokrasi Pancasila (1965-1998)
4. Zaman Reformasi (1998- 2009)
v Ketentuan Pemilu
Serangkaian
peraturan perundang-undangan diperlukan guna menjamin penyelenggaraan pemilu
yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis, atau dalam konsteks
Indonesia sesuai dengan asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, serta
jujur dan adil. Mengikuti hirarki peraturan perundang-undangan, pemilu dan
penyelenggaraan pemilu juga diatur oleh konstitusi atau undang-undang dasar,
undang-undang, dan peraturan pelaksanaan.
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu
yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk
itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen
yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat
penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian
Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga
pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Perubahan
mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan
Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas
dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas
Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas
Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan
dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai
dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi,
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan
Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan
Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan
Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang
dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen
pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama
dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk
mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani
kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode
etik.
Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya
lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas
Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan
Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur
Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain
kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk
menangani sengketa Pemilu.
PKN - Pengertian, tujuan , sejarah, sistem, dan bentuk Pemilu di Indonesia
Reviewed by Muhammad Alfian
on
11.10
Rating:
Tidak ada komentar: